HPI » Umum » Memperoleh Klien Pertama, Menetapkan Tarif Pertama dan Magang

Memperoleh Klien Pertama, Menetapkan Tarif Pertama dan Magang

by Dina Begum
3 comments

Tulisan Vina Novita Andriyani

Di sini, http://atasavvynewcomer.org/2013/11/05/finding-your-first-translation-clients/ ada artikel menarik tentang bagaimana cara memperoleh klien terjemahan pertama. Setiap orang mungkin memiliki pengalaman berbeda dan karenanya Anda bisa memilih jalan yang paling sesuai dengan Anda. Satu hal yang ingin saya tambahkan adalah bagaimana agar tarif pekerjaan pada klien pertama Anda tidak menentukan tarif Anda selamanya. Seperti yang kita tahu begitu kita menawarkan jasa dengan harga murah, susah sekali untuk meminta kenaikan pada klien walaupun bertahun-tahun kemudian kemampuan dan pengalaman kita sudah jauh lebih mumpuni, dan ujung-ujungnya kita harus mencari klien baru dengan menawarkan tarif baru.

Saya punya pengalaman serupa dengan suatu agensi. Sejak pertama kali bekerja pada mereka di tahun 2009, saya hanya memperoleh $0,0X/kata sumber. Itu adalah tarif yang disarankan oleh perekrut saat itu. Saya dengar kemudian memang pada tahun 2009-2011 ada krisis di dunia terjemahan yang membuat para klien menurunkan anggaran terjemahan. Untungnya tren itu, menurut survei commonsenseadvisory di konferensi yang saya hadiri tahun 2012 lalu, sudah berakhir dan kini perusahaan-perusahaan global kembali menambahkan anggaran mereka untuk terjemahan. Rekan saya yang ternyata ada di satu agensi keheranan kenapa saya mau dibayar dengan angka sedemikian, karena dia ternyata mendapatkan tarif dua kali lipat. Ia mendorong saya untuk menaikkan tarif saya pada agensi yang bersangkutan, tapi ternyata tidak segampang itu, komunikasi dengan pihak HRD yang mengatur tarif sangat sulit dilakukan karena rata-rata komunikasi hanya dilakukan dengan manajer proyek yang hanya mengurusi proyek terjemahan. Sedih juga rasanya karena seakan kalau sudah kena pada satu tarif tertentu, susaaaah sekali meminta kenaikan. Akhirnya saya fokus pada menemukan klien baru dan mengenakan tarif lebih tinggi. Belajar dari pengalaman.

Nah, bagaimana dengan penerjemah baru yang ingin merintis karier di industri ini dan tidak ingin mengalami kesulitan dengan harga? Rasanya susah mengajukan tarif tinggi bila jam terbang belum banyak dan rentetan CV belum panjang, sementara kalau kita mengajukan tarif rendah selamanya tarif rendah itu akan mengikuti kita, dan secara umum harga pasaran juga akan rusak yang dampak jangka panjangnya akan buruk bagi kita semua. Satu cara yang bisa dilakukan menurut saya adalah magang. Magang bisa dilakukan dengan cara bekerja pada agensi lokal sebagai penerjemah “in-house”, bisa magang pada penerjemah yang lebih senior, atau juga menerjemahkan secara probono (misalnya bekerja pada www.translatorswithoutborders.com, atau berbagai situs web bersifat amal lainnya. Selain situs-situs amal, kita bisa juga ikut menerjemahkan proyek “crowdsourcing” seperti Facebook, Mozilla, dll. Tinggal google pasti ada banyak yang bisa dilakukan).

Pekerjaan magang yang kita lakukan akan memberi kita peluang untuk mengasah kemampuan, baik itu kemampuan bahasa maupun kemampuan menggunakan alat bantu terjemahan (CAT Tools). Anggaplah setahun magang kita sudah punya amunisi yang cukup untuk melamar pekerjaan-pekerjaan bagus di portal penerjemah atau melamar kepada agensi internasional. Kita bisa langsung mulai di titik yang baik, karena pengalaman sudah cukup banyak dan kemampuan sudah terasah, dan bisa mengajukan tarif awal yang layak.

Seorang teman baik saya adalah seorang fotografer resor dan hotel yang notabene juga adalah pekerja lepas (freelancer). Sebelum terjun sebagai fotografer dia magang jadi asisten fotografer profesional selama bertahun-tahun, menyempurnakan kemampuannya, dan bahkan setelah dia memutuskan untuk terjun sebagai fotografer komersial profesional, dia menginvestasikan seluruh tabungannya (setelah dikurangi biaya hidup setahun) untuk membeli peralatan, baik itu lensa, lampu, helikopter mini untuk berlatih, dll. Selama setahun dia berlatih dan berlatih hingga sempurna dan sama sekali tidak mengambil pekerjaan komersial karena menurutnya tarif yang dia bisa kenakan saat itu pasti akan murah sebab kemapuannya masih di taraf menuju sempurna, belum yang terbaik. Sekali dia terima pekerjaan dengan tarif murah dan kualitas foto yang dia berikan masih 7, belum 10, maka selamanya klien tersebut akan mengingat dia sebagai fotografer bernilai 7 itu.

Setelah 1 tahun diisi penuh dengan latihan dan simulasi memotret interior, dia akhirnya menawarkan pada suatu resor mewah di Bali untuk memotret resor tersebut secara cuma-cuma (hanya sebagian dari properti). Pihak resor sangat terkesan dengan hasilnya dan mereka meminta dia untuk memfoto bagian-bagian lain dari properti tersebut dengan bayaran penuh. Satu proyek dengan kualitas yang mengagumkan berlanjut pada proyek lain dengan resor lain, menggunakan harga yang dia inginkan dari semula. Tidak satu pun kliennya yang akan mengingat dia dengan foto-foto bernilai 7 saat dia memulai karier, melainkan hanya foto-foto bernilai 10. Sekarang dia menjadi fotografer resor termahal di Bali tetapi klien sadar bahwa mereka membayar kualitas dan akan mendapatkan hasil terbaik dari uang mereka. Pekerjaan berkualitas membutuhkan upaya yang besar, kemampuan, dan bakat. Saya kemarin sempat membantu teman saya ini selama beberapa hari saat dia memfoto sebuah resor dan rasanya luar biasa melelahkan. Bangun subuh, menyiapkan lampu, mendekorasi ruangan, dan bila matahari terlambat atau tidak muncul pemotretan harus diulang, dll. Waktu saya tanya berapa tarif yang dia kenakan, teman saya ini menjawab bahwa dia mengenakan tarif 5-10juta rupiah per FOTO, dan rata-rata kliennya meminta 20-30 foto untuk setiap proyek.

“Gue salah profesi nih…” pikir saya dalam hati . Seandainya saya berbakat fotografi pasti saya akan coba tekuni…hahaha, tapi bakat saya ada di bahasa jadi saya tekuni pekerjaan saya yang sekarang saja. Rasanya saya bukan penerjemah murah, tetapi banyak klien setia saya yang masih belum memberikan tarif yang terbaik karena waktu dulu saya berkenalan dengan mereka tarif saya masih “pemula” dan itu bertahan selamanya. Mungkin kalau berbicara tentang tarif, ada yang bertanya, berapakah tarif yang baik itu? Di sini ada acuan tarif dari HPI, kita bisa kenakan di bawah atau di atas itu sesuai dengan keyakinan kita akan kemampuan dan nilai kita masing-masing. Ingat, energi, ilmu, pengalaman, CAT Tools, pelatihan, seminar, dll kita peroleh dengan waktu, tenaga, dan uang yang tidak sedikit, jangan mau menilai rendah diri kita sendiri.

http://www.hpi.or.id/acuan-tarif-penerjemahan

Kalau hitung-hitung tarif termurah (Inggris – Indonesia) Rp 125.000/halaman (250 kata) berarti kurang lebih harga acuannya adalah Rp 500/kata. Mungkin sebagian kita merasa tarif itu masih terlalu tinggi dan tidak akan ada klien lokal yang mau membayar sedemikian. Tapi percaya deh, kalau kita menghasilkan pekerjaan berkualitas, klien akan kembali mempercayakan pekerjaan kepada kita dan mulai membiasakan diri dengan tarif itu. Saya selalu mengajukan acuan tarif tersebut kpada klien lokal dan sejauh ini belum ada yang menawar. Bila kualitas itu penting bagi mereka, klien tidak akan keberatan membayar harga untuk kualitas.

Satu pengalaman menarik kemarin saya alami. Sebuah perusahaan film meminta saya mengediit ulang terjemahan subtitle sebuah film. Walaupun mereka bukan ahli bahasa, mereka merasa bahwa terjemahan yang mereka dapatkan tidak bagus dan meminta tolong saya untuk mengeditnya, mereka sama sekali tidak menawar harga yang saya ajukan. Setelah selesai mereka memuji hasil pekerjaan saya dan mengatakan bahwa ke depan akan ada banyak subtitle film produksi mereka yang membutuhkan bantuan saya dalam menerjemahkan, bukan mengedit lagi. Saya membayangkan bahwa penerjemah sebelum saya mungkin masih dalam taraf baru mulai, sehingga kemampuannya belum sebaik penerjemah berpengalaman, akhirnya hasil terjemahan yang ia hasikan malah menjadi bumerang. Klien tidak lagi percaya pada kemampuannya, dan proyek2 mendatang dari klien tersebut tidak akan ia dapatkan. Mungkin sampai bertahun-tahun klien ini akan menganggap penerjemah tersebut tidak memiliki kemampuan yang baik, walaupun misalnya dia sudah berlatih dan memperbaiki diri. Sayang sekali bukan? Merusak masa depan sendiri hanya karena “go professional” saat kita belum siap.

Sekali lagi saya hanya mau menunjukkan bahwa pekerjaan menerjemahkan tidak mudah, dan bila ingin memulai dengan awal yang baik, sebelum “go professional” tidak ada salahnya melatih diri dengan magang dan menyempurnakan keahlian kita. Maaf kalau posting saya terlalu panjang, saya sudah lama ingin membagikan ini dan baru ada waktu menuliskannya. Semoga bermanfaat

You may also like

3 comments

Muhammad Rizal 18 November 2013 - 09:59

Tulisan yang sangat bermanfaat, semoga dapat menjadi inspirasi bagi para (calon) penerjemah profesional (seperti saya).

Indria Salim 18 November 2013 - 19:46

Terima kasih, Vina. Tulisannya menyemangatkan pekerja lepas (= penerjemah) agar tidak rendah diri dalam memasang tarif yang tidak harus murah. Di lain pihak, ini mengingatkan pemula (atau siapa pun) agar tekun mengasah ketrampilan demi hasil kerja yang berkualitas. Bravo.

Adi Ginting 19 November 2013 - 11:40

Thanks for the insight.

I’ve been wasting so much time since the time I decided to be a translator.

This is the right time to start over, to start my private-intership right away.

Thanks and kudos.

Comments are closed.

%d blogger menyukai ini: