HPI » Anggaran Dasar & Anggaran Rumah Tangga

Anggaran Dasar & Anggaran Rumah Tangga

by Infotek HPI

AD/ART (2020-2024)

Himpunan Penerjemah Indonesia

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Himpunan Penerjemah Indonesia (HPI) adalah landasan penyelenggaraan tata usaha, tata kelola, pengambilan keputusan, dan penyusunan serta pelaksanaan program organisasi oleh Badan Pengurus HPI. Muatan AD/ART disesuaikan kembali dan disahkan pada setiap Kongres Himpunan Penerjemah Indonesia. Dokumen AD/ART 2020-2024 disusun dan disahkan oleh Komisi A Bidang AD/ART dan Presidium Kongres HPI XIII di Jakarta pada 30 November 2019.

Mukadimah

Dengan nama Allah Yang Maha Esa.

Kemerdekaan bangsa yang telah diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 merupakan rahmat dan karunia Tuhan atas perjuangan dan pengorbanan rakyat Indonesia. Kemerdekaan itu harus dipertahankan dan senantiasa dipelihara dengan memberi makna dan isi yang bermanfaat bagi bangsa dan negara.

Bidang penerjemahan yang merupakan salah satu komponen pendidikan, kebudayaan, dan ekonomi mempunyai peranan penting dalam mengisi kemerdekaan, sebagai sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan hubungan saling pengertian antarsuku bangsa, kesejahteraan rakyat Indonesia, dan hubungan internasional.

Untuk mewujudkan maksud tersebut serta memberikan kesempatan yang lebih besar dalam melaksanakan tugas itu, perlu dibentuk organisasi profesi penerjemah yang berbentuk himpunan dengan nama Himpunan Penerjemah Indonesia (HPI).

Himpunan ini mengabdi kepada nusa dan bangsa dengan merujuk ke pasal‐pasal dalam UUD 1945 yang sesuai dengan lingkup kegiatan HPI. HPI dilengkapi dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang, setelah diubah oleh referendum ke‐2 pada tahun 1982, oleh Kongres HPI ke‐8 tanggal 29 Mei 2004, oleh Kongres HPI ke‐9 tanggal 23 Juni 2007, oleh Kongres HPI ke‐10 tanggal 16 Oktober 2010, oleh Kongres HPI ke‐11 tanggal 30 November 2013, dan oleh Kongres HPI ke-13 tanggal 30 November 2019, dan berbunyi sebagai berikut.

HPI dibentuk di Jakarta, pada tanggal 5 Februari 1974, oleh beberapa penerjemah dengan jabatan sebagai berikut:

  • Ali Audah (Ketua)
  • Hazril Tanzil (Sekretaris)
  • Winarsih Arifin (Bendahara)

dengan penasihat Sutan Takdir Alisjahbana dan Mochtar Lubis.

  1. Organisasi ini didirikan sebagai organisasi profesi dengan nama HIMPUNAN PENERJEMAH INDONESIA, disingkat menjadi HPI, dengan terjemahannya dalam bahasa Inggris ASSOCIATION OF INDONESIAN TRANSLATORS.
  2. Yang dimaksud dengan penerjemah dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ini mencakup penerjemah tulis perorangan (penerjemah/translator) dan/atau penerjemah lisan perorangan (juru bahasa/interpreter).
  3. HPI didirikan pada tanggal 5 Februari 1974 untuk jangka waktu yang tidak ditentukan.
  4. HPI berkedudukan di Republik Indonesia, dengan sekretariat HPI Pusat berlokasi di wilayah DKI Jakarta.

HPI berasaskan Pancasila dan Undang‐Undang Dasar 1945.

  1. Visi: Menjadikan Himpunan Penerjemah Indonesia sebagai organisasi profesi yang Profesional, Tepercaya, dan Terhormat (Professional, Credible, and Respectable) yang berperan dalam memajukan kehidupan bangsa Indonesia dan khususnya para anggotanya serta dikenal dan disegani secara nasional dan internasional.
  2. Misi:
    a. memajukan bidang penerjemahan dan meningkatkan rasa saling pengertian antarsuku bangsa dan antarbangsa;
    b. membantu, mengayomi, memajukan, dan memperjuangkan hak dan kepentingan penerjemah;
    c. membantu masyarakat dalam memperoleh pelayanan profesional yang bermutu dalam bidang penerjemahan.

Untuk mencapai visi dan misinya, HPI mengadakan berbagai upaya, baik yang bersifat tetap maupun yang insidental sesuai dengan Program Kerja sebagaimana diputuskan oleh Kongres.

  1. Di dalam HPI, keanggotaan dibagi menjadi 4 (empat) kategori:
    Anggota Penuh (Full Member), yaitu penerjemah WNI yang memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga;
  2. Anggota Muda (Junior Member), yaitu penerjemah WNI atau mereka yang berminat menjadi penerjemah dan belum berpengalaman serta memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga
  3. Anggota Mitra (Associate Member),
    (a) yaitu WNI non‐penerjemah yang menaruh perhatian besar pada bidang penerjemahan, termasuk tetapi tidak terbatas pada pengamat bahasa dan tenaga pengajar di Perguruan Tinggi;
    (b) yaitu penerjemah WNA yang salah satu bahasa dalam pasangan bahasa kerjanya ialah bahasa Indonesia; atau
    (c) WNI/WNA lainnya yang menurut Badan Pengurus layak diterima sebagai Anggota Mitra.
  4. Anggota Kehormatan (Honorary Member), yaitu WNI/WNA perorangan yang berjasa kepada HPI dan/atau dunia penerjemahan Indonesia pada umumnya dan menurut penilaian Badan Pengurus layak diterima sebagai Anggota Kehormatan.
  1. Anggota Penuh (Full Member)
    (a) mempunyai hak suara dalam rapat, referendum, kongres, dan kongres luar biasa;
    (b) mempunyai hak memilih dan dipilih;
    (c) wajib membayar uang pendaftaran dan iuran tahunan yang besarnya ditetapkan oleh Badan Pengurus;
    (d) mempunyai hak menjadi anggota Badan Pengurus, baik di tingkat Pusat maupun di Komisariat Daerah.
  2. Anggota Muda (Junior Member)
    (a) tidak mempunyai hak suara dalam Rapat, Referendum, Kongres, dan Kongres Luar Biasa;
    (b) tidak mempunyai hak memilih dan dipilih;
    (c) wajib membayar uang pendaftaran dan iuran tahunan yang besarnya ditetapkan oleh Badan Pengurus;
    (d) tidak mempunyai hak menjadi anggota Badan Pengurus, baik di tingkat Pusat maupun di Komisariat Daerah, kecuali dengan persetujuan Badan Pengurus HPI.
    (e) mempunyai hak untuk mengajukan diri sebagai Anggota Penuh sesuai dengan syarat-syarat yang diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
  3. Anggota Mitra (Associate Member)
    (a) tidak mempunyai hak suara dalam Rapat, Referendum, Kongres, dan Kongres Luar Biasa;
    (b) tidak mempunyai hak memilih dan dipilih;
    (c) wajib membayar uang pendaftaran dan iuran tahunan yang besarnya ditetapkan oleh Badan Pengurus;
    (d) tidak mempunyai hak menjadi anggota badan pengurus, baik di tingkat Pusat maupun di Komisariat Daerah.
  4. Anggota Kehormatan (Honorary Member)
    (a) tidak mempunyai hak suara dalam rapat, referendum, kongres, dan kongres luar biasa;
    (b) tidak mempunyai hak memilih dan dipilih;
    (c) dibebaskan dari pembayaran uang administrasi maupun iuran tahunan;
    (d) tidak dapat diangkat menjadi anggota Badan Pengurus, baik di tingkat Pusat maupun di Komisariat Daerah.
  1. Kongres mempunyai kekuasaan tertinggi dalam organisasi.
  2. Kongres diadakan sekali dalam 5 (lima) tahun.
  3. Kongres bertugas antara lain untuk:
    a. menilai pekerjaan/usaha/kegiatan Badan Pengurus;
    b. membahas masalah‐masalah yang dikemukakan oleh sekurang‐kurangnya 5 (lima) orang anggota sebelum atau pada Kongres;
    c.menyusun kebijakan umum dan program kerja untuk masa mendatang;
    d. memilih Ketua Umum baru;
    e. memutuskan perubahan dalam AD/ART, Kode Etik, program kerja HPI dan lain‐ lain.
  4. Setiap anggota berhak hadir pada Kongres HPI.
  5. Hanya Anggota Penuh yang memiliki hak suara dalam Kongres.
  6. Anggota Penuh yang tidak dapat hadir secara fisik dapat menyampaikan suaranya secara tidak langsung antara lain dengan surat kuasa atau cara‐cara lain yang akan ditetapkan dengan mekanisme yang akan ditetapkan kemudian oleh Badan Pengurus.
  7. Keputusan kongres diambil dengan cara:
    a. musyawarah untuk mufakat; atau
    b. pemungutan suara berdasarkan suara terbanyak.
  8. Kongres sah apabila diikuti oleh lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah Anggota, termasuk yang hadir melalui Surat Kuasa.
  9. Apabila ayat 8 di atas tidak terpenuhi, ketentuan ART berlaku.
  10. Tata cara penyelenggaraan Kongres serta pelaksanaannya diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
  1. Dalam keadaan tertentu, dapat diselenggarakan Kongres Luar Biasa.
  2. Kongres Luar Biasa memiliki kewenangan yang setara dengan Kongres.
  3. Undangan Kongres Luar Biasa dapat diterbitkan oleh Badan Pengurus atau atas permintaan sekurang‐kurangnya 3 (tiga) orang anggota Dewan Penasihat dan Kepatuhan.
  4. Undangan Kongres Luar Biasa harus mencantumkan dengan jelas alasan penyelenggaraan Kongres Luar Biasa ini.
  5. Apabila karena sesuatu hal Kongres atau Kongres Luar Bisa tidak dapat diselenggarakan, sebagai gantinya dapat diadakan Referendum.
  6. Referendum sah apabila jawaban yang masuk mencakup lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah anggota yang hadir.
  7. Keputusan referendum sama kuat dengan keputusan Kongres atau Kongres Luar Biasa.
  8. Tata cara penyelenggaraan Kongres Luar Biasa atau Referendum serta pelaksanaannya diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
  1. HPI diurus oleh Badan Pengurus yang terdiri atas sekurang‐kurangnya 5 (lima) orang, yaitu Ketua Umum, Wakil Ketua, Sekretaris Umum, Bendahara Umum dan 1 (satu) orang lainnya yang dipilih oleh Ketua Umum.
  2. Ketua Umum dipilih oleh Kongres, Kongres Luar Biasa, atau Referendum dengan tugas utama membentuk Badan Pengurus, mengurus organisasi, dan melaksanakan keputusan Kongres atau Referendum, dengan selalu mengutamakan asas, visi, dan misi organisasi.
  3. Masa kerja Badan Pengurus adalah selama 5 (lima) tahun, yaitu masa antara dua Kongres, mulai dari tanggal 1 Januari setelah diselenggarakannya Kongres sampai tanggal 31 Desember 4 (empat) tahun kemudian, kecuali ditetapkan lain pada Kongres Luar Biasa atau Referendum.
  4. Seseorang tidak dapat dipilih sebagai Ketua Umum lebih dari 2 (dua) kali masa jabatan berturut‐ turut.
  5. Badan Pengurus harus mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada Kongres untuk dinilai oleh seluruh anggota penuh yang hadir.
  6. Badan Pengurus menetapkan tata kerjanya sendiri.
  7. Dalam melaksanakan tugasnya, Badan Pengurus dapat mengangkat pembantu‐ pembantu yang bertanggung jawab kepada Badan Pengurus.
  8. Bila dianggap perlu, Badan Pengurus dapat membentuk Komisariat Daerah untuk memperlancar pelaksanaan pekerjaan organisasi yang diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
  1. Dewan Penasihat dan Kepatuhan bertugas memberikan nasihat dan pendapat yang berkaitan dengan jalannya organisasi.
  2. Dewan Penasihat dan Kepatuhan melakukan pengawasan atas kepatuhan anggota terhadap Kode Etik Penerjemah dan merekomendasikan sanksi kepada Badan Pengurus. Dewan Penasihat dan Kepatuhan dapat merekomendasikan kepada Badan Pengurus membentuk Panitia Ad Hoc apabila timbul sengketa yang diduga sebagai akibat dari pelanggaran Kode Etik.
  3. Yang berhak menjadi anggota Dewan Penasihat dan Kepatuhan adalah Anggota Penuh HPI, yang ditetapkan dan diangkat oleh Badan Pengurus, yang dipilih dari anggota HPI yang sangat dihormati, memiliki integritas profesional yang tinggi, dan memiliki kepedulian besar pada jalannya organisasi dan pelaksanaan etika guna menjaga martabat anggota dan organisasi.
  4. Sebagai tanda penghargaan atas jasanya, Ketua Umum yang sudah habis masa jabatannya dan laporan pertanggungjawabannya diterima oleh Kongres secara otomatis menjadi anggota Dewan Penasihat dan Kepatuhan.
  5. Dewan Penasihat dan Kepatuhan berjumlah sekurang‐kurangnya 3 (tiga) orang, tanpa batas jumlah maksimum.
  6. Dewan Penasihat dan Kepatuhan dipimpin oleh Ketua yang ditetapkan, diangkat atau dipilih oleh dan di antara anggota Dewan Penasihat dan Kepatuhan lainnya.
  7. Masa jabatan Dewan Penasihat dan Kepatuhan adalah tidak terbatas.
  8. Sebagai bentuk penghargaan atas jasa dan sumbangan mereka, anggota Dewan Penasihat dan Kepatuhan dan mantan anggota Dewan Penasihat dan Kepatuhan dibebaskan dari pembayaran iuran tahunan.
  9. Atas permintaan sekurang‐sekurangnya 3 (tiga) orang anggotanya, Dewan Penasihat dan Kepatuhan dapat meminta kepada Badan Pengurus untuk menyelenggarakan Referendum atau Kongres Luar Biasa.
  1. Tugas dan Kewajiban Komite Kompetensi dan Sertifikasi HPI (KKS HPI):
    a. menyiapkan standar kompetensi dan sertifikasi serta persyaratan kompetensi dan sertifikasi untuk penerjemah dan juru bahasa;
    b. menyelenggarakan Tes Sertifikasi Nasional bagi Penerjemah HPI (TSN HPI bagi Penerjemah); dan
    c. menyelenggarakan Tes Sertifikasi Nasional bagi Juru Bahasa HPI (TSN HPI bagi Juru Bahasa).
  2. Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban sebagaimana tercantum di atas, Ketua KKS HPI berwenang untuk
    a. menetapkan dan mengangkat pembantu sebagaimana diperlukan;
    b. membentuk panitia sebagaimana diperlukan; dan
    c. menyusun dan menerapkan Tata Tertib Pelaksanaan TSN HPI.
  3. Ketua KKS HPI diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Umum HPI dalam masa kepengurusannya.
  4. Ketua KKS HPI bertanggung jawab dan melapor kepada Ketua Umum HPI.
  1. Komisariat Daerah (Komda) dapat dibentuk apabila dalam suatu wilayah di Indonesia terdapat paling sedikit 10 (sepuluh) orang anggota penuh.
  2. Kewenangan wilayah Komda dapat mencakup satu provinsi atau lebih.
  3. Komda dibentuk dengan Surat Keputusan Ketua Umum HPI.
  4. Ketua Komda dipilih dalam Rapat Anggota Komda.
  5. Pengurus Komda harus terdiri paling sedikit atas 3 (tiga) orang anggota, yakni Ketua, Sekretaris, dan Bendahara dan harus dilegitimasi melalui Surat Keputusan Ketua Umum HPI Pusat.
  6. Pengurus Komda wajib mengamalkan Visi dan Misi HPI serta berpedoman pada AD/ART HPI yang berlaku.
  7. Pengurus Komda bertanggung jawab dan melapor kepada Ketua Umum HPI.

Keuangan HPI diperoleh dari:

  1. Keuangan HPI diperoleh dari:
    uang pendaftaran keanggotaan;
  2. uang iuran keanggotaan;
  3. sumbangan yang tidak mengikat;
  4. usaha‐usaha lain yang sah, yang sesuai dengan asas dan visi dan misi HPI.

Perubahan Anggaran Dasar memerlukan ⅔ (dua per tiga) suara dari peserta Kongres atau Kongres Luar Biasa, atau ⅔ (dua per tiga) suara dari Referendum yang sah.

  1. Pembubaran organisasi hanya dapat dilakukan oleh Kongres atau Kongres Luar Biasa yang khusus diadakan untuk itu dan dihadiri oleh sekurang‐kurangnya ⅔ (dua per tiga) jumlah Anggota Penuh.
  2. Pembubaran organisasi tidak dapat dilakukan melalui Referendum.
  3. Keputusan pembubaran dianggap sah jika disetujui oleh sekurang‐kurangnya ¾ (tiga per empat) jumlah suara yang hadir.
  4. Setelah pembubaran, semua aset HPI diserahkan kepada lembaga/badan oleh suatu panitia yang ditunjuk dalam Kongres atau Kongres Luar Biasa khusus untuk pembubaran tersebut.
  1. Segala sesuatu yang tercantum dalam Anggaran Dasar ini diatur pelaksanaannya dalam Anggaran Rumah Tangga.
  2. Segala sesuatu yang belum diatur dalam Anggaran Dasar ini diatur kemudian dalam Anggaran Rumah Tangga.
  3. Hal lain yang belum diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ditetapkan oleh Badan Pengurus selama tidak bertentangan dengan AD/ART.
  4. Anggaran Dasar ini disahkan oleh Kongres XIII HPI di Jakarta pada tanggal 30 November 2019.
  5. Anggaran Dasar ini berlaku sejak tanggal 1 Januari 2020.

ANGGARAN RUMAH TANGGA
HIMPUNAN PENERJEMAH INDONESIA

  1. Himpunan Penerjemah Indonesia adalah organisasi profesi yang didirikan pada tanggal 5 Februari 1974.
  2. Himpunan Penerjemah Indonesia berasaskan Pancasila dan Undang‐Undang Dasar 1945.
  1. Perincian upaya ditetapkan dalam Program Kerja HPI yang ditentukan dalam Kongres, Kongres Luar Biasa, atau Referendum dengan memperhatikan kemampuan organisasi.
  2. Upaya yang dapat dikerjakan oleh HPI antara lain adalah
    a. mengadakan dan menjalin kerja sama, baik dengan pihak pemerintah maupun swasta di dalam maupun di luar negeri, yang lingkupnya bertalian dengan bidang penerjemahan;
    b. mengadakan pencacahan dan/atau pendokumentasian karya terjemahan;
    c. mengumpulkan istilah dari berbagai pihak;
    d. membuat dan memelihara media informasi untuk para anggota yang berisi karangan, berita, komentar, dan lain‐lain yang dianggap berfaedah;
    e. mengadakan hubungan dengan asosiasi penerjemah di luar negeri dan dengan federasi penerjemah internasional;
    f. menyelenggarakan diskusi, lokakarya, seminar, penataran, simposium, dan pertemuan lainnya yang membahas aspek penerjemahan; serta
    g. membangkitkan partisipasi masyarakat dalam bidang penerjemahan untuk meningkatkan minat penerjemahan.
  3. Upaya lain termasuk menjalin kerja sama dan hubungan dengan lembaga lain yang bersifat tidak mengikat.
  1. Syarat‐syarat untuk dapat menjadi anggota HPI adalah sebagai berikut:
    a. Anggota Penuh (Full Member):
      (1) Harus sudah pernah menerjemahkan sekurang‐kurangnya satu buah karya terjemahan yang sudah diterbitkan atau ditayangkan; atau
      (2) Menyerahkan sebuah karya terjemahan atau lebih dari bahasa asing/ke bahasa Indonesia atau sebaliknya yang jumlahnya sebanyak 150.000 karakter; atau
      (3) Telah dikukuhkan sebagai Penerjemah Bersumpah dan melampirkan Surat Keputusan dari Pejabat Pemerintah yang membuktikan status tersebut; atau
      (4) Menyampaikan surat keterangan dari lembaga yang berwenang atau pengguna jasa yang menyatakan bahwa yang bersangkutan telah melaksanakan kegiatan penerjemahan sebanyak 150.000 karakter; atau
      (5) Menyampaikan Surat Keterangan Kerja dari perusahaan yang menjelaskan bahwa yang bersangkutan telah bekerja selama minimal 1 (satu) tahun sebagai penerjemah atau dalam jabatan yang berhubungan dengan tugas penerjemahan; atau
      (6) Bagi juru bahasa, menyampaikan surat keterangan dari lembaga yang berwenang atau pengguna jasa yang menyatakan bahwa yang bersangkutan telah melaksanakan kegiatan kejurubahasaan sekurang‐kurangnya 50 jam;
      (7) Wajib menyelesaikan ketentuan administrasi dan keuangan sebagaimana ditetapkan oleh Badan Pengurus;
      (8) Atas pertimbangan khusus, atau rekomendasi 2 (dua) orang anggota pengurus, Ketua Umum berwenang untuk mengangkat atau menerima seseorang menjadi anggota penuh.
    b. Anggota Muda (Junior Member):
      (1) Mengajukan lamaran dengan mengisi dan menyampaikan formulir pendaftaran yang berisi nama, alamat, dan pekerjaan calon anggota berikut pasfoto;
      (2) Menyampaikan alasan ingin mendaftar menjadi anggota dengan status anggota muda;
      (3) Menyelesaikan ketentuan administrasi dan keuangan sebagaimana ditetapkan oleh Badan Pengurus.
    c. Anggota Mitra (Associate Member)
      (1) Mengajukan lamaran dengan mengisi dan menyampaikan formulir pendaftaran yang berisi nama, alamat, dan pekerjaan calon anggota berikut pasfoto;
      (2) Menyampaikan alasan ingin mendaftar menjadi anggota dengan status Anggota Mitra;
      (3) Bagi WNI menyerahkan fotokopi KTP dan surat keterangan kerja di suatu lembaga pendidikan;
      (4) Bagi WNA menyerahkan fotokopi identitas yang mencantumkan kewarganegaraannya;
      (5) Menyelesaikan ketentuan administrasi dan keuangan sebagaimana ditetapkan oleh Badan Pengurus.
    d. Anggota Kehormatan (Honorary Member)
      (1) Keanggotaan berstatus anggota kehormatan ditawarkan kepada seseorang yang terbukti telah sangat berjasa kepada HPI atau dunia penerjemahan secara umum;
      (2) Status tersebut diberikan atas usulan Badan Pengurus dengan persetujuan oleh sekurang‐kurangnya 3 (tiga) orang anggota Dewan Penasihat dan Kepatuhan;
      (3) Status anggota kehormatan berlaku seumur hidup.
  2. Tata cara melamar diatur lebih lanjut oleh Badan Pengurus.
  3. Hak dan kewajiban anggota:
    a. Setiap anggota berhak memakai nama himpunan ini sebagai referensi dalam batas kode etik yang berlaku;
    b. Setiap anggota berhak mendapat hak‐hak lain sesuai status keanggotaannya sebagaimana ditetapkan oleh Badan Pengurus;
    c. Setiap anggota berkewajiban mematuhi Kode Etik dan menjunjung tinggi nama baik HPI;
    d. Setiap anggota berkewajiban mematuhi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga HPI.
  4. Berakhirnya keanggotaan. Keanggotaan berakhir karena:
    a. meninggal dunia;
    b. atas permintaan sendiri;
    c. diberhentikan oleh Badan Pengurus atas pertimbangan dari Dewan Penasihat dan Kepatuhan;
    d. diberhentikan karena tidak memenuhi kewajiban administratif dan/atau keuangan sebagaimana ditetapkan oleh Badan Pengurus.
    Sebelum diberhentikan, anggota yang bersangkutan diberi peringatan terlebih dulu, disertai alasan yang diperinci oleh Badan Pengurus. Anggota yang bersangkutan berhak membela diri dalam rapat dengan Badan Pengurus.
  5. Penangguhan keanggotaan
    a. Seorang anggota dapat mengajukan permohonan agar keanggotaannya ditangguhkan;
    b. Selama masa penangguhan yang bersangkutan dibebaskan dari pembayaran iuran tahunan anggota;
    c. Selama masa penangguhan yang bersangkutan tidak memiliki hak apa pun sebagaimana yang dimiliki seorang anggota aktif;
    d. Masa penangguhan diperkenankan paling lama 3 (tiga) tahun;
    e. Dalam masa 3 (tiga) tahun tersebut yang bersangkutan dapat mengaktifkan kembali keanggotaannya dengan pemberitahuan tertulis kepada Badan Pengurus dan menyelesaikan kewajibannya sebagaimana ditetapkan oleh Badan Pengurus;
    f. Apabila setelah 3 (tiga) tahun, yang bersangkutan ingin mengaktifkan kembali keanggotaannya, maka ia harus melamar kembali seperti semula.
  1. Badan Pengurus dipimpin oleh seorang Ketua Umum.
  2. Ketua Umum adalah Anggota Penuh HPI, Warga Negara Indonesia yang berdomisili di Indonesia, memiliki pengalaman berorganisasi atau pernah menjadi pengurus HPI, berintegritas tinggi, memiliki wawasan yang luas, merupakan representasi keseluruhan unsur di dalam HPI, dan telah menyelesaikan kewajiban administrasi organisasi.
  3. Ketua Umum bersedia dan sanggup untuk menjalankan tugas‐tugas dan tanggung jawab penting sebagai Ketua Umum, termasuk menghadiri acara‐acara penting sesuai jadwal dan kebutuhan, seperti rapat‐rapat pengurus di tempat kedudukan himpunan sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
  4. Ketua Umum bersedia dan sanggup untuk menghadiri acara dan pertemuan yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah, pendidikan tinggi, badan internasional, pengurus Komisariat Daerah, serta pihak‐pihak terkait dengan profesi penerjemahan, di Jakarta maupun di kota lain atau di luar negeri.
  5. Setelah terpilih, Ketua Umum wajib menyusun Badan Pengurus dan mengumumkannya kepada segenap anggota himpunan.
  6. Ketua Umum berwenang untuk menetapkan dan mengangkat anggota Badan Pengurus dengan jabatan dan tugas sesuai dengan keperluan organisasi.
  7. Ketua Umum berwenang untuk memberhentikan anggota Badan Pengurus.
  8. Apabila Ketua Umum karena satu dan lain hal untuk sementara waktu berhalangan untuk melaksanakan tugasnya sebagai Ketua Umum, maka Wakil Ketua Umum akan mengambil alih tugas pekerjaannya dengan jabatan Pejabat Sementara (Pjs) Ketua Umum.
  9. Jika kondisi ini berlangsung sampai 3 (tiga) bulan berturut‐turut, Ketua Umum dianggap berhalangan secara permanen.
  10. Apabila Ketua Umum karena satu dan lain hal berhalangan secara permanen dalam melaksanakan tugasnya sebagai Ketua Umum (misalnya karena meninggal dunia, sakit keras, pindah domisili, atau alasan lain yang kuat), Wakil Ketua Umum akan menggantikan jabatannya sebagai Ketua Umum berikut segala kewenangan, hak, dan kewajiban yang melekat pada jabatan tersebut sampai berakhirnya masa kerja Badan Pengurus tersebut.
  11. Masa jabatan Ketua Umum baru yang dihasilkan oleh Kongres, yang menggantikan Ketua Umum lama, adalah sejak tanggal 1 Januari pada tahun berikutnya setelah dilaksanakan Kongres sampai dengan tanggal 31 Desember pada tahun dilaksanakan Kongres berikutnya.
  12. Dalam masa setelah Kongres sampai dengan tanggal 31 Desember pada tahun yang sama, Badan Pengurus lama tetap bekerja, tetapi diupayakan tanpa mengeluarkan biaya besar disamping biaya untuk urusan rutin dan bukan untuk urusan penting yang memerlukan tanda tangan. Contoh urusan rutin misalnya adalah untuk persetujuan penerimaan anggota baru.
  13. Para pembantu yang dapat diangkat oleh Badan Pengurus adalah antara lain:
    a. Anggota Panitia Ad Hoc;
    b. Anggota Panitia Tetap;
    c. Staf pada Kesekretariatan yang membantu pekerjaan Ketua Umum, Wakil Ketua, Sekretaris Umum, Sekretaris dan Bendahara;
    d. Pengurus Komisariat Daerah;
    e. Anggota unit atau badan lainnya, jika ada atau sesuai dengan keperluan.
  14. Anggota Badan Pengurus, baik yang di Pusat maupun di Komisariat Daerah, Anggota Panitia Ad Hoc, Anggota Panitia Tetap, dan anggota badan lainnya, jika ada, sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat 13 butir a), b), d) dan e) tidak mendapat imbalan.
  15. Para anggota panitia atau badan sesuai dengan Pasal 4 ayat 13 butir a), b), e) dan d) di atas tidak dipilih oleh Kongres, tetapi diangkat dan diberhentikan oleh Badan Pengurus. Setelah kegiatannya selesai, panitia tersebut dibubarkan oleh Badan Pengurus.
  16. Dengan tunduk pada AD/ART, Ketua Umum dan/atau Badan Pengurus berhak membuat kebijakan‐kebijakan dalam menjalankan program‐program HPI yang akan dituangkan dalam keputusan tertulis yang akan mengikat bagi seluruh anggota HPI dengan ketentuan bahwa kebijakan‐kebijakan tersebut senantiasa mencerminkan visi dan misi HPI.
  1. Rapat Badan Pengurus HPI terdiri atas:
    a. Rapat Rutin, yaitu rapat Badan Pengurus yang diadakan sekurang‐kurangnya satu kali dalam satu bulan;
    b. Rapat Khusus, yaitu rapat yang diadakan bila keadaan mendesak atau bila ada masalah yang memerlukan keputusan cepat;
    c. Rapat Kerja, yaitu rapat tahunan yang diadakan antara Badan Pengurus dan Komisariat Daerah yang ada, sesuai dengan perkembangan organisasi.
  2. Rapat Badan Pengurus sah apabila yang hadir dalam rapat sekurang‐kurangnya 50% dari jumlah anggota Badan Pengurus.
  3. Para anggota Panitia yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat 13 butir a dan b dapat menghadiri rapat Badan Pengurus bila diperlukan, dan dapat dimintai pendapat, tetapi tidak mempunyai hak suara dalam rapat tersebut.
  4. Semua keputusan Rapat Badan Pengurus diusahakan agar diambil dengan jalan musyawarah untuk mufakat. Bila cara ini tidak dapat ditempuh, keputusan diambil dengan suara terbanyak.
  5. Semua keputusan Badan Pengurus mengikat ke luar dan ke dalam organisasi.
  6. Bila keadaan mengizinkan, sebelum Kongres diadakan Rapat Kerja antara Badan Pengurus dengan Komisariat Daerah yang ada.
  7. Rapat sebagaimana dimaksud dalam pasal ini dapat dilakukan dengan cara jarak jauh, yaitu dengan menggunakan teknologi internet atau teknologi lainnya sehingga tidak memerlukan kehadiran secara fisik.
  1. Pemberitahuan dan undangan tentang Kongres harus disampaikan kepada semua anggota paling lambat satu bulan sebelum tanggal kongres diadakan. Pada pemberitahuan dilampirkan pernyataan bahwa anggota tersebut akan menghadiri Kongres. Jawaban ini harus sudah diterima oleh Badan Pengurus paling lambat satu minggu sebelum Kongres dimulai.
  2. Di samping itu, pada pemberitahuan dan undangan untuk Kongres sedapat mungkin dilampirkan:
    a. Laporan Pengurus pada umumnya (termasuk komisariat);
    b. Laporan keuangan;
    c. Usulan tata tertib dan acara Kongres, dan bahan‐bahan lainnya yang dianggap perlu untuk Kongres.
  3. Tata tertib dan acara Kongres diusulkan oleh Badan Pengurus dan disahkan oleh Kongres pada hari pertama Kongres.
  4. Kongres dipimpin oleh Presidium yang terdiri atas sekurang‐kurangnya tiga orang anggota yang hadir, masing‐masing dengan jabatan Ketua Presidium, Wakil Ketua Presidium, dan Sekretaris Presidium.
  5. Anggota Badan Pengurus dapat dipilih menjadi anggota Presidium.
  6. Walaupun tidak memiliki hak suara pada saat pengambilan keputusan di Kongres, Anggota Muda, Anggota Mitra, dan Anggota Kehormatan dapat menghadiri Kongres dengan status sebagai Peninjau.
  7. Anggota Penuh yang ingin mengusulkan mata acara tambahan pada Kongres dapat melakukannya secara tertulis sebelum Kongres dimulai pada hari pertama Kongres, sesudah pengesahan Tata Tertib dan sebelum pengesahan Acara. Untuk mengajukan acara tambahan diperlukan dukungan dari sekurang‐kurangnya tiga anggota lainnya.
  8. Pembahasan dalam Kongres dilakukan dalam rapat pleno, rapat komisi, dan/atau dalam rapat Panitia Ad Hoc.
  9. Keputusan Kongres diambil dalam rapat pleno, dengan jalan musyawarah untuk mufakat. Bila hal ini tidak dapat dijalankan, keputusan diambil dengan suara terbanyak.
  10. Pencalonan Ketua Umum dilakukan dalam satu paket dengan Wakil Ketua Umum. Untuk selanjutnya, apabila disebutkan Ketua Umum dalam hal pencalonan, penyebutan itu sudah mencakup Wakil Ketua Umum.
  11. Pemilihan Ketua Umum dilakukan setelah Program Kerja HPI untuk masa 5 (lima) tahun mendatang dan keputusan lainnya disahkan oleh Kongres.
  12. Kongres dibiayai pada prinsipnya oleh dana HPI. Peserta Kongres dapat dimintai kontribusi demi kelancaran penyelenggaraan Kongres.
  13. Kongres diadakan di tempat kedudukan HPI, sesuai dengan Anggaran Dasar.
  14. Untuk menyelenggarakan Kongres, Badan Pengurus dapat membentuk Panitia Kongres yang terdiri atas Panitia Pengarah dan Panitia Pelaksana. Tiap-tiap panitia ini dikoordinasikan oleh seorang Ketua. Panitia Pelaksana terdiri sekurang‐kurangnya atas 9 (sembilan) orang yang diangkat dan diberhentikan oleh Badan Pengurus.
  15. Untuk membahas masalah yang diperkirakan akan membutuhkan waktu lama, Panitia Kongres dapat membentuk satu Panitia Ad Hoc atau lebih, yang bersidang sebelum tanggal penyelenggaraan Kongres. Keputusan Panitia Ad Hoc akan diajukan dalam Kongres untuk disahkan.
  16. Kongres, jika tidak memenuhi kuorum, dianggap sah setelah ditunda 2 (dua) kali.
  17. Seusai dengan asas bahwa setiap Anggota Penuh berhak hadir dalam Kongres untuk melaksanakan hak suaranya, Anggota Penuh yang tidak dapat hadir secara fisik dalam Kongres dapat melaksanakan hak mereka melalui Surat Kuasa bermeterai yang diberikan kepada seorang Anggota Penuh yang hadir dalam Kongres.
  18. Redaksi dan format Surat Kuasa tersebut ditetapkan oleh Badan Pengurus.
  19. Surat Kuasa harus diserahkan oleh Penerima Kuasa kepada Ketua Sidang sebelum sidang dimulai.
  20. Seorang Penerima Kuasa diperkenankan mewakili hingga maksimum 10 (sepuluh) orang anggota penuh.
  1. Kongres Luar Biasa diselenggarakan atas prakarsa Badan Pengurus untuk menanggulangi masalah penting yang sangat mendesak.
  2. Kongres Luar Biasa juga dapat diselenggarakan atas prakarsa 3 (tiga) orang anggota Dewan Penasihat dan Kepatuhan untuk menanggulangi masalah penting yang sangat mendesak.
  3. Undangan untuk menghadiri Kongres Luar Biasa harus mencantumkan alasan secara jelas dan transparan.
  4. Syarat dan ketentuan yang berlaku pada Kongres berlaku sepenuhnya dalam penyelenggaraan Kongres Luar Biasa.
  5. Referendum dapat diadakan apabila Kongres atau Kongres Luar Biasa tidak mungkin diselenggarakan. Ketidakmungkinan ini dapat disebabkan antara lain oleh, tetapi tidak terbatas pada:
    a. kekurangan dana;
    b. ada masalah mendesak yang perlu diselesaikan dalam waktu singkat.
  6. Bila jumlah jawaban yang masuk saat Referendum diadakan tidak lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah anggota, diadakan Referendum kedua atau ulangan. Hasil Referendum kedua ini sah tanpa memandang jumlah jawaban yang masuk.
  7. Referendum dilaksanakan dengan formulir berisikan pertanyaan dan pernyataan tertentu yang harus dijawab.
  8. Formulir Referendum harus dikirimkan melalui kurir atau pos tercatat kepada seluruh anggota HPI dalam waktu 2 (dua) minggu dan sudah disertai prangko balasan.
  9. Jawaban anggota sudah harus diterima kembali dalam waktu selambat‐lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah dikirimkan.
  10. Bila tidak diterima jawaban untuk Referendum kedua, dianggap anggota tersebut telah setuju.
  1. Komisariat Daerah (Komda) dapat didirikan apabila di suatu daerah terdapat sekurang‐ kurangnya 10 (sepuluh) orang anggota penuh HPI.
  2. Komda dapat didirikan atas usulan sekurang‐kurangnya 5 (lima) anggota penuh HPI yang berdomisili di wilayah tersebut.
  3. Komda didirikan dengan Surat Keputusan Ketua Umum atas nama Badan Pengurus HPI Pusat.
  4. Komda diurus oleh Badan Pengurus Komda yang dipimpin oleh Ketua Komda.
  5. Ketua Komda dipilih dan diangkat oleh Rapat Anggota Komda.
  6. Setelah terpilih, Ketua Komda wajib menyusun Badan Pengurus Komda dalam waktu 30 (tiga puluh) hari dan melaporkan susunannya kepada Badan Pengurus HPI Pusat
  7. Ketua Komda berwenang untuk menetapkan dan mengangkat anggota Badan Pengurus Komda dengan jabatan dan tugas sebagaimana diperlukan oleh Komda.
  8. Ketua Komda berwenang untuk memberhentikan anggota Badan Pengurus Komda.
  9. Anggota Badan Pengurus Komda tidak mendapat imbalan.
  10. Rapat Badan Pengurus Komda diadakan sesuai dengan keperluan Komda.
  11. Badan Pengurus Komda tidak berwenang untuk melakukan kesepakatan dengan pihak ketiga mana pun yang mengikat HPI, kecuali dengan persetujuan tertulis sebelumnya dari Badan Pengurus HPI Pusat.
  12. Badan Pengurus Komda bertanggung jawab dan melapor kepada Badan Pengurus HPI Pusat.
  13. Badan Pengurus HPI Pusat berwenang untuk membubarkan Komda.
  14. Apabila diperlukan dan dengan persetujuan Badan Pengurus HPI Pusat, Badan Pengurus Komda dapat membentuk Komisariat Cabang (Komcab).
  1. Sertifikat
    a. Komite Kompetensi dan Sertifikasi HPI (KKS HPI) berwenang untuk mengeluarkan Sertifikat atas nama peserta yang lulus Tes Sertifikasi Nasional HPI (TSN HPI) yang diselenggarakan oleh KKS HPI;
    b. Atas dasar prinsip “grandfathering”, KKS HPI berwenang untuk mengeluarkan Sertifikat bagi anggota pengurus KKS HPI yang terlibat langsung dalam penyusunan materi ujian dan pemeriksaan hasil ujian;
    c. Masa berlakunya Sertifikat TSN HPI berikut syarat dan ketentuan perpanjangannya diatur oleh KKS HPI.
  2. Keuangan
    a. Pada dasarnya, pengurus KKS HPI berwenang untuk mengelola keuangannya sendiri dan beroperasi secara swadaya tanpa bantuan keuangan dari Bendahara HPI;
    b. Namun, dalam kondisi tertentu, pengurus KKS HPI dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh dana bantuan tambahan dari Bendahara HPI;
    c. Bendahara KKS HPI mempertanggungjawabkan keuangannya kepada Badan Pengurus HPI.
  3. Imbalan
    Karena sifat pekerjaan sebagai pengurus KKS HPI sangat spesifik dan mensyaratkan adanya keahlian spesifik pula, untuk setiap penyelenggaraan TSN HPI, pengurus KKS HPI berhak mendapatkan imbalan yang besarnya ditetapkan oleh Badan Pengurus HPI.
  4. Syarat peserta TSN HPI
    Peserta TSN HPI disyaratkan berstatus sebagai Anggota Penuh dan Anggota Muda dan tidak memiliki tunggakan kewajiban Iuran Keanggotaan sampai tahun berjalan pelaksanaan TSN serta memenuhi persyaratan dari KKS HPI, antara lain membayar biaya ujian.
  1. Dana HPI diperoleh dari uang pendaftaran, uang Iuran Keanggotaan, sumbangan, imbalan, dan usaha lain yang sah dan tidak bertentangan dengan ketentuan AD/ART serta memperhatikan status HPI sebagai organisasi nirlaba.
  2. Besarnya uang pendaftaran dan uang Iuran Keanggotaan ditetapkan oleh Badan Pengurus Pusat.
  3. Uang iuran dibayarkan langsung kepada Bendahara HPI Pusat.
  4. Komisariat Daerah berhak memperoleh 50% (lima puluh persen) dari uang iuran yang telah diterima dari anggota yang terdaftar di Komda yang bersangkutan.
  5. Badan Pengurus harus menyampaikan laporan keuangan setiap tahun kepada semua Anggota Penuh.
  6. Masa pertanggungjawaban keuangan mengikuti tahun buku pada umumnya, yaitu 1 Januari sampai dengan 31 Desember.
  7. Laporan keuangan HPI tidak diaudit oleh Akuntan Publik, tetapi hanya dicatat.
  8. Sumbangan yang diterima oleh Badan Pengurus dan Komisariat Daerah ini bersifat tidak mengikat HPI, yang dapat digunakan oleh tiap-tiap Badan Pengurus atau Komisariat Daerah yang menerima.
  9. Dari usaha lainnya, umpamanya dari hasil kursus, lokakarya, dan sebagainya, jika terdapat sisa uang, sisa uang itu harus diserahkan kepada Bendahara HPI Pusat atau Pengurus setempat, sesuai dengan kesepakatan sebelumnya.
  10. Untuk kegiatan khusus, HPI diperbolehkan mencari sponsor untuk membiayai kegiatan tersebut.

Perubahan Anggaran Rumah Tangga memerlukan ⅔ suara dari peserta kongres atau kongres luar biasa atau ⅔ suara dari referendum yang sah.

Hal‐hal yang belum tercantum dalam Anggaran Rumah Tangga ini, jika diperlukan, sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ini, akan ditetapkan oleh Badan Pengurus dengan berkonsultasi dengan Dewan Penasihat dan Kepatuhan.

1 comment

Penerjemah Bersertifikat HPI: Apa Itu, Jenis Keanggotan, dan Syaratnya 8 November 2023 - 17:45

[…] Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) HPI, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar menjadi seorang Anggota Penuh […]

Comments are closed.